Kamis, 08 Maret 2012

Hubungan Penatalaksanaan Bidan Tentang Manajemen Aktif Kala III Dengan Terjadinya Perdarahan Postpartum Di Wilayah Kerja Puskesmas

ABSTRAK
Perdarahan postpartum paling sering diartikan sebagai keadaan kehilangan darah lebih dari 500 ml (mililiter) selama 24 jam pertama sesudah kelahiran bayi. Manajemen aktif kala III adalah berkontraksinya otot uterus mengikuti penyusutan volume rongga uterus setelah lahirnya bayi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan penatalaksanaan manajemen aktif kala III dengan terjadinya perdarahan postpartum di wilayah kerja Puskesmas Polonia Medan Tahun 2011.
Jenis penelitian adalah deskriftif kolerasi dengan pendekatan cross sectional. Lokasi penelitian di wilayah kerja Puskesmas Polonia Medan.Waktu penelitian dilakukan pada bulan Juli 2011. Populasi adalah semua bidan yang bekerja di wilayah kerja Puskesmas Polonia Medan adalah sebanyak 32 bidan periode Januari-Maret 2011 menggunakan tottal sampling. Data responden diperoleh menggunakan lembar observasi yang dibuat oleh peneliti berdasarkan literatur yang ada. Analisa data dilakukan data univariat dan data bivariat chi-square.
Hasil penelitian hubungan penatalaksanaan manajemen aktif kala III dengan terjadinya perdarahan postpartum di wilayah kerja Puskesmas Polonia Medan Tahun 2011, Ada hubungan Penyuntikan oksitosin dengan perdarahan postpartum. Ada hubungan Peregangan tali pusat terkendali dengan perdarahan postpartum. Ada hubungan massase uterus dengan perdarahan postpartum di Wilayah Kerja Puskesmas Polonia Medan Tahun 2011
Kepada Bidan maupun kesehatan lainnya agar lebih dipromosikan lagi tentang manajemen aktif kala III dan manfaatnya.

Kata kunci : Manajemen aktif kala III, perdarahan postpartum
Daftar pustaka : 20 (2003-2011)



BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Perdarahan postpartum paling sering diartikan sebagai keadaan kehilangan darah lebih dari 500 ml (mililiter) selama 24 jam pertama sesudah kelahiran bayi. Banyak faktor yang mempunyai arti penting dalam menimbulkan terjadinya perdarahan postpartum yang dini maupun lanjut. Penyebab perdarahan postpartum dini adalah atonia uteri atau laserasi jalan lahir. Retensi bagian plasenta atau seluruh plasenta dapat mengakibatkan keduanya dan merupakan penyebab terjadinya perdarahan pasca persalinan dan kematian maternal (Metta,dkk. 2008).
Persalinan kala III merupakan tahap yang berbahaya bagi ibu karena dapat terjadi perdarahan postpartum yang merupakan penyebab kematian ibu. Kesalahan penatalaksanaan manajemen aktif kala III dapat meningkatkan resiko perdarahan (Johnson, 2005 ).
Manajemen aktif kala III adalah berkontraksinya otot uterus mengikuti penyusutan volume rongga uterus setelah lahirnya bayi. Tujuan manajemen aktif kala III adalah untuk menghasilkan kontraksi uterus yang lebih efektif sehingga dapat mempersingkat waktu pengeluaran plasenta, mencegah perdarahan dan mengurangi kehilangan darah kala III persalinan jika dibandingkan dengan penatalaksanaan fisiologis (Wiknjosastro, 2007).
Manajemen aktif kala III lebih dikaitkan pada upaya untuk mengurangi kehilangan darah seperti yang terjadi pada penatalaksanaan fisiologis. Sebagian besar kematian akibat perdarahan pasca persalinan terjadi pada beberapa jam pertama kelahiran bayi. Karena alasan ini, penatalaksanaan kala III persalinan yang cepat dan tepat merupakan salah satu cara terbaik dan sangat penting untuk menurunkan angka kematian ibu         (Wiknjosastro , 2007 ).
Derajat kesehatan ibu di Indonesia memang membaik apabila dilihat dari Angka Kematian Ibu yang terus menurun, dari 307/100.000 kelahiran hidup menjadi adalah 228/100.000 kelahiran hidup. Akan tetapi hasil ini hasil nasional karena apabila dicermati terdapat kesenjangan yang cukup besar antar daerah di Indonesia, tercermin dari persentase persalinan oleh tenaga kesehatan terampil yang merupakan indikator proksi paling sensitif dari kematian ibu, karena berdasar hasil penelitian di berbagai negara, terdapat korelasi yang erat antara persalinan oleh tenaga kesehatan dengan angka kematian ibu. Menurut data yang dihimpun dari laporan Dinas Kesehatan Provinsi pada tahun 2008, rata-rata nasional persalinan oleh nakes mencapai 80,73 %, paling rendah terdapat di Provinsi Papua yang hanya mencapai 29,63 % sedangkan tertinggi ada di Provinsi Bali yang sudah mencapai   97,61 %. (Imran, 2010 ).

Sebagian besar kasus perdarahan postpartum terjadi selama persalinan kala III. Selama jangka waktu tersebut, otot-otot rahim berkontraksi dan plasenta mulai memisahkan diri dari dinding rahim. Jumlah darah yang hilang tergantung pada seberapa cepat hal ini terjadi. Persalinan kala III biasanya berlangsung antara 5 menit sampai 15 menit. Bila lewat dari 30 menit, maka persalinan kala III dianggap panjang, lama yang berarti menunjukkan adanya masalah potensial. Bilamana rahim lemah dan tidak dapat berkontraksi secara normal, maka pembuluh darah di daerah plasenta tidak terjepit dengan cukup, hal ini mengakibatkan perdarahan yang berat              (DepKes RI,2004).
Dalam persalinan yang bersih dan aman, manajemen aaktif kala tiga sudah seharusnya merupakan prosedur standar dalam upaya untuk pencegahan perdarahan pascapersalinan ( Saifuddin, 2006 )
Perdarahan post partum merupakan penyebab kematian maternal terbanyak. WHO menunjukkan bahwa 25 % kematian maternal disebabkan karena perdarahan. Angka kematian ibu bersalin skala nasional berkisar 307 per 100.000 kelahiran hidup. Di Kabupaten Jepara dari 24 kematian ibu bersalin tahun 2009, 4 orang (16.6 %) karena perdarahan. Fenomena tersebut karena ibu post partum masih menganut perilaku, kaidah, norma serta tradisi budaya di masyarakat yang bertentangan dengan standar asuhan keperawatan ibu paska bersalin ( Arif K. 2010 )
Fatmah, ketua prodi Kesehatan Masyarakat FKM UMI Makassar dalam penelitiannya tahun 2009 ditemukan bahwa Respon kebijakan pemerintah Departemen Kesehatan terhadap masih tingginya angka kematian ibu adalah dalam bentuk Rencana Strategis Nasional yakni dokumen MPS (Making Pregnancy Safer) tahun 2010. Dalam Rencana Strategis Nasional MPS, fokus program intervensi klinik melalui peningkatan pelayanan komplikasi obstetri dan neonatal. Pelayanan obstetri dan neonatal minimal pada 4 puskesmas per kabupaten/ kota dan emergensi komprehensif di setiap RS provinsi dan kabupaten/ kota. Dokumen ini, oleh sebagian kalangan dianggap komprehensif namun lemah dari segi implementasi di daerah karena faktor desentralisasi kesehatan yang terkait dengan distribusi tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan yang belum merata (Fatmah, 2009).
Dalam penelitian bidang Prevention of Postpartum Hemorrhage Intervention tahun 2006 tentang praktik manajemen aktif kala tiga  (Active Management of Third Stage of Labor/ AMTSL) di 20 rumah sakit di Indonesia menunjukkan bahwa hanya 30% rumah sakit melaksanakan hal tersebut. Hal ini sangat berbeda jika dibandingkan dengan praktik manajemen aktif di tingkat pelayanan kesehatan primer Bidan Praktek Swasta (BPS) atau Ruang Bersalin di daerah intervensi Asuhan Persalinan Normal                 (Kabupaten Kuningan dan Cirebon) dimana 70% melaksanakan manajemen aktif kala tiga bagi ibu-ibu bersalin yang ditangani (Wiknjosastro ,2007 )
Di Indonesia, sebagian besar persalinan terjadi tidak di Rumah Sakit, sehingga sering pasien yang bersalin di luar kemudian mengalami perdarahan postpartum dan terlambat smpai ke Rumah Sakit, saat datang keadaan umum/hemodinamiknya sudah memburuk, akibatnya mortalitas tinggi. ( Akhyar.2008)
Manajemen aktif kala III terdiri dari 3 langkah utama yaitu: pemberian suntikan oksitoksin dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir, melakukan penegangan tali pusat terkendali dan masase fundus uteri (Wiknjosastro , 2007).
Menurut Abdul Hadi dalam penelitiannya terdapat 80 bidan yang diobservasi di klinik atau praktek bidan di Kodya Medan, dimana didapatkan 11 bidan (14%) yang melaksanakan manajemen aktif kala tiga sesuai dengan kriteria, dan 69 bidan (86%) melaksanakan manajemen aktif kala tiga tidak sesuai dengan kriteria. Adapun kriteria yang digunakan dalam penelitian ini adalah kriteria yang sesuai dengan Asuhan Persalinan Normal (Abdul, 2008).
Dari latar belakang diatas, maka penulis tertarik mengambil judul ‘’Hubungan Penatalaksanaan Bidan Tentang Manajeman Aktif kala III dengan Terjadinya Perdarahan Postpartum di Wilayah Kerja Puskesmas Polonia Medan Tahun 2011’’.



1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan hal di atas penulis merumuskan  masalah yaitu Bagaimanakah Hubungan Penatalaksanaan Bidan Tentang  Manajemen Aktif Kala III dengan Terjadinya Perdarahan Postpartum di Wilayah Kerja Puskesmas Polonia Medan Tahun 2011.

1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1     Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan penatalaksanaan bidan tentang  manajemen aktif kala III dengan terjadinya perdarahan postpartum di wilayah kerja Puskesmas Polonia Medan Tahun 2011.
1.3.2     Tujuan Khusus
1.  Untuk mengetahui hubungan pemberian oksitosin pada kala III persalinan dengan terjadinya perdarahan postpartum di wilayah kerja Puskesmas Polonia Medan Tahun 2011.
2.  Untuk mengetahui hubungan peregangan tali pusat terkendali pada kala III persalinan dengan terjadinya perdarahan postpartum di wilayah kerja Puskesmas Polonia Medan Tahun 2011.
3.  Untuk mengetahui hubungan masase fundus uteri pada kala III persalinan dengan terjadinya perdarahan postpartum di wilayah kerja Puskesmas Polonia Medan Tahun 2011.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1     Manfaat secara teoritis
Menambah pengetahuan tentang hubungan penatalaksanaan bidan tentang manajemen aktif kala III dengan tarjadinya perdahan postpartum.
1.4.2     Manfaat secara praktis
Sebagai bahan masukan yang dapat menambah pengetahuan para petugas tenaga kesehatan tentang hubungan penatalaksanaan bidan tentang  manajemen aktif kala III dengan terjadinya perdarahan postpartum. Dan sumbangan pemikiran perkembangan ilmu pengetahuan dan penelitian kesehatan tentang hubungan penatalaksanaan bidan tentang  manajemen aktif kala tiga dengan terjadinya perdarahan postpartum.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar