Jumat, 09 Maret 2012

Hubungan Sikap Ibu Balita Dengan Perilaku Mengunjungi Posyandu di Kelurahan

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Perkembangan derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat dari kejadian kematian dalam masyarakat dari waktu ke waktu. Di samping itu kejadian kematian juga digunakan sebagai indikator dalam penilaian keberhasilan pelayanan kesehatan dan program pembangunan kesehatan lainnya, seperti derajat kesehatan perorangan, kelompok maupun masyarakat yang digambarkan dengan umur harapan hidup, mortalitas, morbiditas dan status gizi masyarakat (Depkes RI, 2007).
Pembangunan kesehatan diarahkan untuk terciptanya kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk, agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal sebagaimana tercantum pada pasal 3 Undang Undang No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan dan Dalam permenkes RI No. 741/menkes/per/VII/2008 tentang standar pelayanan minimal bidang kesehatan di kabupaten/kota pada bab 2 pasal 2 ayat 2a dijelaskan bahwa cakupan kunjungan ibu hamil k4 95 % pada tahun 2015, cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani 80 % pada tahun 2015, cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan 90 % pada tahun 2015, cakupan pelayanan nifas 90 % pada tahun 201, cakupan neonatus dengan komplikasi yang ditangani 80 % pada tahun 2010, cakupan kunjungan bayi pada tahun 2010, cakupan desa/kelurahan universal child immunization 100 % pada tahun 2010, cakupan pelayan anak balita 90 % pada tahun 2010, cakupan pemberian makanan pendamping ASI pada anak usia 6 – 24 bulan 100 % pada tahun 2010, cakupan balita gizi buruk mendapat perawatan 100 % pada tahun 2010, cakupan peserta KB aktif 70 % pada tahun 2010, dengan melihat indikator di atas tentu hal ini akan membutuhkan suatu upaya-upaya yang strategis yang harus segera dilakukan secepatnya. Dan salah satunya adalah pemberdayaan masyarakat melalui Upaya Kesehatan bersumber Daya Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, guna memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi yakni pos pelayanan terpadu (Posyandu) (Hasdi, 2008).
Tujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang dilakukan secara berkelanjutan. Upaya peningkatan kualitas SDM dimulai dengan perhatian utama pada proses tumbuh kembang anak sejak pembuahan sampai dengan usia dewasa muda. Pada masa tumbuh kembang ini, pemenuhan kebutuhan dasar anak seperti perawatan dan makanan bergizi yang diberikan dengan penuh kasih sayang dapat membentuk SDM yang sehat, cerdas dan produktif (Radiansyah, 2007, dalam Octaviani,Juniarti dan Mardiyah,2008).
Salah satu upaya cukup penting terhadap peningkatan kualitas sumber daya manusia adalah upaya peningkatan status gizi masyarakat. Status gizi masyarakat merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas hidup dan produktifitas kerja. Angka kematian yang tinggi pada bayi, anak balita, ibu melahirkan dan menurunnya daya kerja fisik, terganggunya perkembangan mental dan kecerdasan jika ditelusuri adalah akibat langsung maupun tidak langsung dari kekurangan gizi (Supariasa,2001, dalam Octaviana, Juniarti dam Mardiyah,2008).
Usaha perbaikan gizi keluarga (UPGK) yang dilakukan selama ini dititikberatkan pada penggunaan pesan-pesan gizi sederhana melalui kegiatan yang dapat dilakukan masyarakat sendiri. Kegiatan tersebut dipusatkan di posyandu, yang merupakan UKBM (Upaya Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat) yang paling memasyarakat dewasa ini. Posyandu yang meliputi lima program prioritas yaitu : KB, KIA, Gizi, Imunisasi, dan penanggulangan diare dengan sasaran bayi, anak balita, pasangan usia subur dan ibu hamil. Penyuluhan kesehatan, pemberian makanan tambahan, tablet vitamin A dosis tinggi, pemberian oralit, dan terbukti mempunyai daya ungkit besar terhadap angka kematian bayi (Supariasa, 2001, dalam Octaviana, Juniarti dan Mardiyah,2008).
Menurut KEPMENKES RI No. 482/MENKES/SK/IV tahun 2010, data dari beberapa hasil survey menunjukkan bahwa akses masyarakat ke program imunisasi yang diukur dengan cakupan BCG dan DPT 1 sudah cukup baik, tetapi yang menjadi persoalan umumnya adalah tingginya angka drop out. Bayi yang sudah mendapat imunisasi pertama tidak melengkapi imunisasi dasarnya, contohnya 20 % drop out dari BCG ke DPT3, 18 % drop out dari DPT 1 ke DPT3 (Data Hasil Survey, 2007). Angka ini menggambarkan terdapat sekitar 1 juta bayi di Indonesia yang tidak mendapatkan imunisasi lengkap setiap tahunnya.
WHO (World Helath Organization) pada tahun 2008 menyatakan sampai saat ini Indonesia masih merupakan negara keempat terbesar di dunia dengan jumlah anak yang tidak mendapatkan imunisasi DPT 3. Hal ini mengakibatkan Indonesia menjadi salah satu negara prioritas yang diidentifikasi oleh WHO dan UNICEF (United Nations Emergency Childrens Fund) untuk melaksanakan akselerasi dalam mencapai target 100% UCI Desa atau Kelurahan. Universal Child Imunization (UCI) adalah suatu keadaan tercapainya imunisasi dasar secara lengkap pada semua bayi (anak dibawah umur 1 tahun) dan berdasarkan RPJMN (Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional) Pemerintah berkomitmen untuk mencapai 100% desa mencapai UCI pada tahun 2014.
Untuk mencapai target tersebut diperlukan suatu gerakan percepatan dari seluruh komponen masyarakat baik pemerintah, LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) maupun swasta bersama-sama untuk menggerakkan masyarakat luas untuk berpartisipasi aktif mendorong ibu untuk membawa anaknya untuk mendapatkan imunisasi dasar lengkap (KEPMENKES RI No. 482/MENKES/SK/IV, 2010)
Namun demikian, ternyata masih banyak kontroversi dari faktor program imunisasi, vaksin atau resipien yang menerima imunisasi. Dimasyarakat sering terdengar pendapat yang salah mengenai imunisasi. Tidak jarang dijumpai orang tua yang ragu atau bahkan menolak imunisasi dengan berbagai alasan. Ketakutan dan penolakan imunisasi mungkin berdasarkan pandangan religi, filosofis tertentu, anggapan imunisasi sebagai intervensi pemerintah. Alasan lain adalah behubungan dengan keamanan dan efikasi vaksin atau pandangan bahwa penyakit yang dapat dicegah oleh vaksinasi tidak menimbulkan masalah kesehatan yang berbahaya (IDAI, 2008).
Posyandu merupakan salah satu pelayanan kesehatan di desa untuk memudahkan masyarakat untuk mengetahui atau memeriksakan kesehatan terutama untuk ibu hamil dan anak balita. Keaktifan keluarga pada setiap kegiatan posyandu tentu akan berpengaruh pada keadaan status gizi anak balitanya, Karena salah satunya tujuan posyandu adalah memantau peningkatan status gizi masyarakat terutama anak balita dan ibu hamil (Adisasmito, 2007, dalam Octaviana, Juniarti dan Mardiayah,2008).
Posyandu diselenggarakan terutama untuk melayani balita ( baik imunisasi maupun penimbangan berat badan) dan orang lanjut usia (Posyandu Lansia). Posyandu dicanangkan pada tahun 1986, lahir melalui Surat Keputusan Bersama antara Menteri Dalam Negeri RI, Menteri Kesehatan RI, dan Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), yaitu SK Menteri Dalam Negeri No.23 Tahun 1985, SK Menteri Kesehatan No.21/Men.Kes/Inst.B./IV/1985, dan SK Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) No.112/HK-011/A/1985 tentang penyelenggaraan Posyandu (Ismawati,dkk, 2010).
Sejalan dengan otonomi daerah (desentralisasi pelayanan dasar) kehadiran posyandu semakin lama semakin berkurang tidak saja jumlahnya tetapi juga kegiatannya. Pernyataan otonomi menurunkan aktivitas posyandu ini didukung oleh Menkes Siti Fadilah. Masalah ini akhirnya disadari oleh pemerintah, dan mulai mengadakan program revitalisasi, seperti dalam ucapan pidato kenegaraan tahun 2006 oleh presiden bahwa "pemerintah akan terus berupaya, untuk meningkatkan pelayanan kesehatan, guna menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Kegiatan penyuluhan kesehatan, termasuk kegiatan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) juga mulai diaktifkan kembali. Hal ini sejalan dengan diterbitkannya Pedoman umum revitalisasi posyandu beberapa tahun yang lalu melalui surat edaran menteri dalam negeri dan otonomi daerah nomor : 411.3/1116/SJ tanggal 13 juni 2001 (Yuniardi dan Kristiani, 2009).



Legistimasi keberadaan Posyandu ini diperkuat kembali melalui Surat Edaran Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah tertanggal 13 Juni 2001 yang antara lain berisikan “Pedoman Umum Revitalisasi Posyandu”, yang antara lain meminta diaktifkannya kembali Kelompok Kerja Operasional (POKJANAL) Posyandu di semua tingkatan administrasi pemerintahan (Ismawati,dkk. 2010).
Menurut Tjipto Haryono (2005) Posyandu pada dasarnya merupakan salah satu wujud peran serta masyarakat dalam pembangunan, khusunya kesehatan dengan menciptakan kemampuan hidup sehat, bagi setiap penduduk dalam mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yg optimal. Untuk meningkatkan status kesehatan, khusunya melalui upaya system kesehatan, pemerintah telah menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang dikenal dengan puskesmas. Puskesmas merupakan pusat pelayanan kesehatan yang primer, yang dikembangkan dengan adanya posyandu, agar masyarakat mendapat pelayanan yang mudah dijangkau. Diaharapkan melalui Posyandu masyarakat mendapat pelayanan kesehatan yang  paripurna (Hartaty, Indirawaty dan Alias 2006).
Posyandu dari masyarakat untuk masyarakat dan oleh masyarakat sehingga menimbulkan rasa memiliki masyarakat terhadap upaya dalam bidang kesehatan dan keluarga berencana salah satunya perilaku ibu balita dalam mengunjungi posyandu (Ambarwati dan Rismintari, 2009).
Menurut Dep-Kes R.I (1994) dalam upaya pencapaian kemandirian masyarakat dibidang kesehatan, peran serta masyarakat sangat mutlak diperlukan terutama dalam penyelenggaraan upaya kesehatan yang mencakup upaya peningkatan (promotif), pencegahan (preventif), penyembuhan (kuratif) maupun pemulihan (rehabilitatif) baik secara tersendiri atau menyeluruh. Peran serta masyarakat erat kaitannya dalam pencapaian sumber daya manusia yang berkualitas. Untuk optimal perlu dilakukan upaya terarah dan berkelanjutan sejak janin masih dalam kandungan sampai usia lanjut. Untuk mendukung upaya tersebut salah satu cara yang digunakan adalah menanamkan kesadaran ibu-ibu dan anggota masyarakat lainnya terhadap pentingnya kesehatan anak dengan menggunakan posyandu sebagai sarana kesehatan (Hartaty, Indirawaty dan Alias 2006).
Kerap kali, sikap mengarah pada perilaku, tetapi sebaliknya, perilaku sering mengarah pada sikap yang cocok/sesuia dengan perilaku tersebut (Mar’at dan Kartono,2006).
Dari hasil pengamatan yang peneliti lakukan bahwa masih banyak ibu balita yang tidak mau membawa balitanya untuk Posyandu Pada tanggal 1 sampai 30 November  dari 59 Ibu hanya 32 ibu yang membawa Balitanya Untuk mengunjungi Posyandu. Terdapat beberapa kemungkinan yang dapat mempengaruhi perilaku ibu balita dalam melakukan kunjungan ke posyandu diantaranya sikap ibu balita itu sendiri.
Berdasarkan fenomena di atas, peneliti tertarik untuk meneliti tentang hubungan pengetahuan dan sikap ibu balita dengan perilaku mengunjungi posyandu di Wilayah Kerja Puskesmas Padang Bulan Kelurahan Merdeka Kecamatan Medan Baru”.

B.     Perumusan Masalah
Berdasarkan hal di atas penulis merumuskan masalah yaitu Bagaimanakah Hubungan Sikap Ibu Balita Dengan Perilaku Mengunjungi Posyandu Di Puskesmas Padang Bulan Kelurahan Merdeka Kecamatan Medan Baru.

C.  Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan sikap ibu balita dengan perilaku mengunjungi posyandu di Puskesmas Padang Bulan Kelurahan Merdeka Kecamatan Medan Baru.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi sikap ibu balita terhadap posyandu di Puskeesmas Padang Bulan Kelurahan Merdeka Kecamatan Medan Baru.
b. Mengidentifikasi status kunjungan posyandu pada balita (1-5 tahun) di Puskesmas Padang Bulan Kelurahan Merdeka Kecamatan Medan Baru.

D.  Manfaat Penelitian
       Penelitian ini bermanfaat antara lain bagi :
1.      Bagi Pelayanan Kebidanan
Hasil penelitian ini dapat menjadi sumber informasi bagi pelayanan kebidanan bahwa sikap ibu balita berhubungan dengan perilaku mengunjungi posyandu
2.      Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi masyarakat bahwa sikap ibu balita sangat berpengaruh terhadap perilaku mengunjungi posyandu.
3.      Bagi Pendidikan Kebidanan
Sebagai informasi bagi para mahasiswa kebidanan bahwa sikap ibu balita berhubungan dengan perilaku mengunjungi posyandu.

4.      Bagi Penelitian Kebidanan
Hasil penelitian dapat digunakan sebagai data dasar bagi peneliti lain yang melakukan penelitian sejenis atau lebih lanjut dengan tema yang sama.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar